Cari Blog Ini

Rabu, 01 April 2015

Cerpen Menyemai Cinta dalam Do'a



Menyemai Cinta dalam Do'a
Oleh : Dian Emy Mastura
Malam kian larut, tanpa tawa tanpa cerita. Bintang-bintang tampak indah meramaikan langit dengan kerlipnya. Namun hanya sepertiga manusia yang mungkin menyaksikan kala sepertiga malam yang indah ini. Ditemani angin malam yang dinginnya merasuk tajam menembus kulit. Tit..tit.. Satu pesan diterima, tertulis sebuah nama "Mbak Syahwa". Dengan mata yang masih mengerjab-ngerjab Lia membuka pesan itu dengan malas.
"Hayya 'alash shalaah.. Bangun yuk, bismillah."
"Mbak Syahwa yang tak pernah letih mengajak Lia untuk menunaikan shalatul lail, makasih mbak." Gumam Lia dalam hati.
Terik mentari pagi mulai menghangatkan hari, membiaskan sinarnya yang memancar kian terang. Masih seperti hari-hari biasa, Lia di rumah sendirian. Bagi Lia liburan itu membosankan. Matanya yang masih sembab terus saja memaksa meneteskan air mata tanpa alasan yang pasti. Setelah semua pekerjaannya dianggap usai, Lia mengambil air wudlu untuk menunaikan dua rakaat shalat dhuha, dia memohon kepada Allah agar dilapangkan hatinya. Usai shalat, Lia membuka Multazam Al-Qur'annya, mencari Surah Al-Kahfi dan membacanya. Baru mendapatkan dua rakaat surah Al-Kahfi, isak tangis Liapun kembali meledak. Hingga ia menghentikan bacaannya sejenak. Setelah dirasa cukup, Lia melanjutkan bacaannya tergagap.
 ***
"Assalamu'alaikum.." Sapa Lia ketika sampai di depan rumah Syahwa.
"Wa'alaikumsalam.. Dek Lia, sini." Syahwa menjabat tangan Lia, kemudian mengajaknya duduk di kursi kayu yang berada di samping pintu.
"Sendirian Mbak?" tanyanya kemudian
"Ndak, sama kamu gitu lo dek." Syahwa tersenyum pada Lia seraya membenahi jilbabnya.
Sore ini Syahwa ingin mengajak Lia pergi ke sebuah danau kecil, tepatnya di Pager. Disana dikelilingi pohon-pohon rindang dan ladang padi yang tengah ranum daunnya. Sebelum pergi, mereka menegakkan shalat asyar terlebih dahulu. Agar bisa berlama-lama untuk melihat senja yang mengiring matahari tenggelam di peraduannya. Sesampainya disana mereka duduk berdua menghadap danau.
"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Syahwa.
Lia terdiam, terdiam cukup lama. Hingga tercipta kesunyian di antara keduanya, hanya celotehan burung-burung yang meramaikan suasana. Semilir  angin mulai terdengar membelai lembut perasaannya yang larut dalam kepedihan. Sayup-sayup terdengar Lia berkata dengan suaranya yang sedikit parau, "Aku merasa gelisah, mbak."
"Ingatlah Allah swt punya surga, surga yang menjadi tujuan hidup setiap manusia. Isilah setiap nafasmu dengan kerinduan kepada-Nya dengan surga yang dijanjikan-Nya, maka kamu tak akan pernah merasa ragu."  Syahwa memperingatkan.
Lia menunduk. Dalam hati ia berkata, "Andaikan aku tak mengenal Fikri…" Kemudian Lia teringat sebuah hadits yang berbunyi, "Orang mu'min yang kuat lebih dicintai Allah daripada mu'min yang lemah, tetapi masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan katakan, "Andaikan aku lakukan ini niscaya akan begini dan begini," tetapi katakan : "Semua ini taqdir Allah" Dia mengerjakan apa yang Dia kehendaki karena "andaikan" membuka pintu bagi amalan setan. (HR. Muslim : 2664), iapun beristighfar. Kemudian Lia berucap lirih, "Aku merindukannya."
Meskipun sekarang dia bukanlah siapa-siapa untukku, salahkah jika aku mengharap sedikit perhatiannya?" Tanya Lia terisak.
"Tidak dek, simpanlah kerinduanmu, jadikan itu sebagai kekuatan. Allah lebih tau apa yang terbaik buat adek, apa yang kamu harapkan dari lelaki yang tidak setia dengan ucapannya? Dia tampan, pinter, tapi adek taukan di surga kelak semua manusia itu sama, yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya. Jadi adek ndak usah takut, Allah selalu bersama hamba-Nya. Ini masih awal perjuanganmu, mbak tau ini berat, tapi mbak yakin adek bisa." Jawab Syahwa menenangkan.
Air mata Lia mengalir semakin deras. Syahwa hanya memandangnya, mencoba memahami apa yang tengah dirasakan adiknya. Perlahan Syahwa mulai berkata, "Dek, apa sih gunanya kamu memikirkan sesuatu yang pada hakekatnya itu sudah menjadi hak mutlak Allah yang tak bisa diganggu gugat, sama halnya dengan rezeki dan maut? Kamu ndak perlu meminta diperhatikan olehnya. Cukup kamu dekatkan diri kepada Allah, ”Cinta-Nyalah yang benar-benar hakiki. Yang tak pernah bisa terukur seberapa panjang dan lebarnya."
Sejak Lia mengetahui bahwa Fikri dekat dengan seorang wanita yang dianggapnya cukup sempurna, dia merasa disakiti dan dihianati. Lia telah memberikan semuanya untuk Fikri, namun yang didapatnya adalah air mata. Hari-harinya dipenuhi kegelisahan karena ingatannya kepada lelaki itu tak pernah hilang.
"Biarkan dia bahagia dengan apa yang dia kira mampu membuatnya bahagia. Kalau kamu teringat dengannya,  kamu banyak-banyak istighfar, wudlu, shalat, terus ngaji. Shalat apa saja yang penting hatimu bisa tenang." Hibur Syahwa.
"Aku masih sering terisak ketika mengingatnya, mbak." Ucap Lia lirih. "Itu artinya kamu belum maksimal dalam perbaikanmu. Kamu mau mbak kasih tau rahasia mencintai seseorang?" Tanya Syahwa.
"Apa, mbak?" Balas Lia penasaran.
"Mencintainya dalam do'a. Ketika kita mengharapkan sesuatu yang sejatinya itu adalah ketentuan Allah, ikhtiar yang bisa kita lakukan sebagai manusia adalah do'a, sedang keputusannya tetap ada di tangan Allah."
***
Cinta adalah fitrah yang dimiliki oleh semua manusia. Ketika kita disakiti oleh seseorang yang kita cintai, jangan pernah merasa sedih berlarut-larut. Karena di balik semua itu Allah telah mempersiapkan yang terbaik untuk kita. Dalam masalah cinta, yakinlah bahwa Allah itu tidak akan pernah salah dalam memberikan pendamping hidup. Selama kita yakin dengan kekuasaan Allah swt, InsyaAllah semua akan berjalan menurut aturan penciptaan-Nya. Terkadang kamu harus melepas orang yang kamu suka, hanya karena kamu selalu ingin melihat dia bahagia. Meski kebahagiaannya itu bukan bersama kamu. Bagaimana berbesar hati dengan apa yang kamu miliki, apa yang kamu rasa, dan apa yang kamu inginkan. Jadi bersikaplah dewasa dalam setiap pilihanmu.
Jum'at, 26 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar