Menyemai Cinta dalam
Do'a
Oleh : Dian Emy Mastura
Malam kian larut, tanpa
tawa tanpa cerita. Bintang-bintang tampak indah meramaikan langit dengan
kerlipnya. Namun hanya sepertiga manusia yang mungkin menyaksikan kala
sepertiga malam yang indah ini. Ditemani angin malam yang dinginnya merasuk
tajam menembus kulit. Tit..tit.. Satu pesan diterima, tertulis sebuah nama
"Mbak Syahwa". Dengan mata yang masih mengerjab-ngerjab Lia membuka
pesan itu dengan malas.
"Hayya 'alash
shalaah.. Bangun yuk, bismillah."
"Mbak Syahwa yang
tak pernah letih mengajak Lia untuk menunaikan shalatul lail, makasih
mbak." Gumam Lia dalam hati.
Terik mentari pagi
mulai menghangatkan hari, membiaskan sinarnya yang memancar kian terang. Masih
seperti hari-hari biasa, Lia di rumah sendirian. Bagi Lia liburan itu
membosankan. Matanya yang masih sembab terus saja memaksa meneteskan air mata
tanpa alasan yang pasti. Setelah semua pekerjaannya dianggap usai, Lia
mengambil air wudlu untuk menunaikan dua rakaat shalat dhuha, dia memohon kepada
Allah agar dilapangkan hatinya. Usai shalat, Lia membuka Multazam Al-Qur'annya,
mencari Surah Al-Kahfi dan membacanya. Baru mendapatkan dua rakaat surah Al-Kahfi,
isak tangis Liapun kembali meledak. Hingga ia menghentikan bacaannya sejenak.
Setelah dirasa cukup, Lia melanjutkan bacaannya tergagap.
***
"Assalamu'alaikum.."
Sapa Lia ketika sampai di depan rumah Syahwa.
"Wa'alaikumsalam..
Dek Lia, sini." Syahwa menjabat tangan Lia, kemudian mengajaknya duduk di
kursi kayu yang berada di samping pintu.
"Sendirian
Mbak?" tanyanya kemudian
"Ndak, sama kamu
gitu lo dek." Syahwa tersenyum pada Lia seraya membenahi jilbabnya.
Sore ini Syahwa ingin
mengajak Lia pergi ke sebuah danau kecil, tepatnya di Pager. Disana dikelilingi
pohon-pohon rindang dan ladang padi yang tengah ranum daunnya. Sebelum pergi,
mereka menegakkan shalat asyar terlebih dahulu. Agar bisa berlama-lama untuk
melihat senja yang mengiring matahari tenggelam di peraduannya. Sesampainya
disana mereka duduk berdua menghadap danau.
"Apa yang kamu
pikirkan?" Tanya Syahwa.
Lia terdiam, terdiam
cukup lama. Hingga tercipta kesunyian di antara keduanya, hanya celotehan
burung-burung yang meramaikan suasana. Semilir
angin mulai terdengar membelai lembut perasaannya yang larut dalam
kepedihan. Sayup-sayup terdengar Lia berkata dengan suaranya yang sedikit
parau, "Aku merasa gelisah, mbak."
"Ingatlah Allah
swt punya surga, surga yang menjadi tujuan hidup setiap manusia. Isilah setiap
nafasmu dengan kerinduan kepada-Nya dengan surga yang dijanjikan-Nya, maka kamu
tak akan pernah merasa ragu." Syahwa
memperingatkan.
Lia menunduk. Dalam
hati ia berkata, "Andaikan aku tak mengenal Fikri…" Kemudian Lia
teringat sebuah hadits yang berbunyi, "Orang mu'min yang kuat lebih
dicintai Allah daripada mu'min yang lemah, tetapi masing-masing memiliki
kebaikan. Bersemangatlah meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah
pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan katakan,
"Andaikan aku lakukan ini niscaya akan begini dan begini," tetapi katakan
: "Semua ini taqdir Allah" Dia mengerjakan apa yang Dia kehendaki
karena "andaikan" membuka pintu bagi amalan setan. (HR. Muslim :
2664), iapun beristighfar. Kemudian Lia berucap lirih, "Aku
merindukannya."
Meskipun sekarang dia
bukanlah siapa-siapa untukku, salahkah jika aku mengharap sedikit perhatiannya?"
Tanya Lia terisak.
"Tidak dek, simpanlah
kerinduanmu, jadikan itu sebagai kekuatan. Allah lebih tau apa yang terbaik
buat adek, apa yang kamu harapkan dari lelaki yang tidak setia dengan
ucapannya? Dia tampan, pinter, tapi adek taukan di surga kelak semua manusia
itu sama, yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya. Jadi adek ndak usah
takut, Allah selalu bersama hamba-Nya. Ini masih awal perjuanganmu, mbak tau
ini berat, tapi mbak yakin adek bisa." Jawab Syahwa menenangkan.
Air mata Lia mengalir
semakin deras. Syahwa hanya memandangnya, mencoba memahami apa yang tengah
dirasakan adiknya. Perlahan Syahwa mulai berkata, "Dek, apa sih gunanya
kamu memikirkan sesuatu yang pada hakekatnya itu sudah menjadi hak mutlak Allah
yang tak bisa diganggu gugat, sama halnya dengan rezeki dan maut? Kamu ndak
perlu meminta diperhatikan olehnya. Cukup kamu dekatkan diri kepada Allah, ”Cinta-Nyalah
yang benar-benar hakiki. Yang tak pernah bisa terukur seberapa panjang dan lebarnya."
Sejak Lia mengetahui
bahwa Fikri dekat dengan seorang wanita yang dianggapnya cukup sempurna, dia
merasa disakiti dan dihianati. Lia telah memberikan semuanya untuk Fikri, namun
yang didapatnya adalah air mata. Hari-harinya dipenuhi kegelisahan karena
ingatannya kepada lelaki itu tak pernah hilang.
"Biarkan dia
bahagia dengan apa yang dia kira mampu membuatnya bahagia. Kalau kamu teringat
dengannya, kamu banyak-banyak istighfar,
wudlu, shalat, terus ngaji. Shalat apa saja yang penting hatimu bisa tenang."
Hibur Syahwa.
"Aku masih sering
terisak ketika mengingatnya, mbak." Ucap Lia lirih. "Itu artinya kamu
belum maksimal dalam perbaikanmu. Kamu mau mbak kasih tau rahasia mencintai
seseorang?" Tanya Syahwa.
"Apa, mbak?"
Balas Lia penasaran.
"Mencintainya
dalam do'a. Ketika kita mengharapkan sesuatu yang sejatinya itu adalah
ketentuan Allah, ikhtiar yang bisa kita lakukan sebagai manusia adalah do'a,
sedang keputusannya tetap ada di tangan Allah."
***
Cinta adalah fitrah
yang dimiliki oleh semua manusia. Ketika kita disakiti oleh seseorang yang kita
cintai, jangan pernah merasa sedih berlarut-larut. Karena di balik semua itu
Allah telah mempersiapkan yang terbaik untuk kita. Dalam masalah cinta,
yakinlah bahwa Allah itu tidak akan pernah salah dalam memberikan pendamping
hidup. Selama kita yakin dengan kekuasaan Allah swt, InsyaAllah semua akan
berjalan menurut aturan penciptaan-Nya. Terkadang kamu harus melepas orang yang
kamu suka, hanya karena kamu selalu ingin melihat dia bahagia. Meski
kebahagiaannya itu bukan bersama kamu. Bagaimana berbesar hati dengan apa yang
kamu miliki, apa yang kamu rasa, dan apa yang kamu inginkan. Jadi bersikaplah
dewasa dalam setiap pilihanmu.
Jum'at, 26 Desember
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar